Tugas Mandiri 4
Judul:
Integrasi Sosial di Dunia Maya: Pembelajaran dari Interaksi Warga di Media Sosial
Lokasi
Observasi:
Akun Media Sosial Publik WargaTangsel (platform: Instagram/Facebook/YouTube)
Pendahuluan
Saya memilih akun media sosial publik WargaTangsel sebagai lokasi observasi
karna berfungsi sebagai wadah interaksi virtual bagi warga Tangerang Selatan
dalam berbagi infromasi, menyampaikan opini, dan membangun solidaritas sosial. Media
sosial berperan penting sebagai sarana komunikasi publik yang mempertemukan
beragam lapisan masyarakat tanpa batas geografis. Tujuan observasi ini adalah
untuk mengkaji bagaimana dinamika interaksi diruang digital tersebut dapat
memperkuat atau justru menguji integrasi sosial masyarakat, khususnya dalam konteks
keberagaman dan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Temuan
Observasi
Selama observasi yang dilakukan pada akun media sosial publik WargaTangsel, ditemukan berbagai jenis interaksi warga yang mencerminkan dinamika sosial di dunia online. Akun ini aktif mengunggah konten yang mencakup informasi tentang kegiatan masyarakat, masalah lingkungan, dan pengumuman umum seperti kerja bakti, hiburan, dan peringatan hari nasional. Orang-orang dari berbagai latar belakang telah menanggapi di kolom komentar dengan mengapresiasi, menyarankan, dan bahkan memberikan kritik. Fenomena ini menunjukkan tingkat partisipasi publik yang cukup tinggi dalam memperkuat rasa kebersamaan dan kepedulian terhadap lingkungan sosial mereka.
Contoh positif terlihat ketika akun WargaTangsel mengunggah postingan instagram terkait jadwal Galeri Indonesia Raya. Banyak pengguna memberikan komentar positif dan menebar rasa antusias disertai emoji bendera Merah Putih. Tindakan ini menunjukkan bagaimana simbol-simbol kebangsaan dapat berfungsi sebagai pemersatu di ruang digital, menumbuhkan semangat nasionalisme, dan memperkuat identitas kolektif warga. Selain itu, unggahan terkait kegiatan kajian dan seminar spiritual juga mendapatkan respon positif lintas usia dan latar belakang, menandakan masih kuatnya nilai toleransi di kalangan masyarakat.
Namun
demikian, ditemukan pula beberapa interaksi yang berpotensi menimbulkan
ketegangan sosial. Misalnya, pada unggahan tentang Konten Hiburan Digital Sepak Bola berbentuk Meme, yaitu Jenis unggahan yang
menampilkan foto atau gambar dipadukan dengan teks lucu dan sindiran.
Terjadi perdebatan di kolom komentar antara warga dan Sebagian komentar
mengandung nada emosional, bahkan menyinggung status sosial dan stereotip
tertentu. Meskipun tidak sampai memicu konflik besar, fenomena ini
memperlihatkan bagaimana perbedaan pandangan dan kurangnya empati dalam
komunikasi daring dapat mengikis rasa saling menghargai antarwarga.
Analisis
Seperti yang ditunjukkan oleh observasi yang dilakukan oleh WargaTangsel pada akun media sosial publik mereka, internet memiliki kemampuan untuk berfungsi sebagai platform yang dapat mendukung integrasi sosial di tingkat komunitas lokal. Adanya semangat kebersamaan dan toleransi lintas latar belakang ditunjukkan oleh fenomena interaksi positif, seperti partisipasi warga dalam kegiatan Galeri Indonesia Raya dan antusiasme mereka terhadap kegiatan penelitian dan seminar spiritual. Ini sejalan dengan teori integrasi horizontal Myron Weiner (1965), yang mengatakan bahwa komunikasi dan kerja sama antarkelompok masyarakat yang berbeda dalam suku, agama, dan status sosial dapat menghasilkan integrasi sosial. Praktik bermanfaat ini menunjukkan bagaimana simbol kebangsaan dan nilai-nilai religius dapat berfungsi sebagai alat untuk menyatukan orang-orang, meningkatkan rasa nasionalisme, dan memperkuat kohesi sosial di tengah-tengah keragaman masyarakat.
Sebaliknya, munculnya perdebatan tentang unggahan konten sepak bola digital menjadi meme menunjukkan sisi lain dari dinamika sosial di media digital. Unggahan tersebut justru memicu perdebatan dengan nada emosional dan sindiran di antara warga, meskipun hanya bersifat hiburan. Émile Durkheim (1893) menawarkan gagasan tentang kohesi sosial, yang menjelaskan bahwa ketika solidaritas sosial melemah karena perbedaan nilai dan perspektif dalam masyarakat, konflik dan perpecahan muncul. Media sosial yang terbuka dan cepat seringkali menyebabkan kesalahpahaman karena tidak adanya kontrol komunikasi. Interaksi online dapat mengikis rasa saling menghormati, yang merupakan dasar integrasi sosial, jika etika komunikasi dan empati berkurang.
Faktor sosial dan psikologis seperti perbedaan cara berpikir, bias kelompok, dan kurangnya pengetahuan digital sebagian pengguna adalah sumber dari potensi konflik tersebut. Selain itu, anonimitas dan spontanitas media sosial memungkinkan orang untuk menyatakan pendapat mereka tanpa mempertimbangkan dampak mereka terhadap orang lain. Akibatnya, ruang digital, yang seharusnya menjadi tempat untuk berbagi informasi dan memperkuat solidaritas, justru dapat menimbulkan sedikit polarisasi di antara masyarakat. Oleh karena itu, untuk menjaga media sosial publik seperti WargaTangsel tetap inklusif, edukatif, dan berperan dalam memperkuat integrasi nasional, adalah penting untuk meningkatkan literasi digital, empati, dan budaya dialog yang sehat.
Refleksi diri
Melalui penelitian ini, saya menjadi
sadar bahwa media sosial bukan sekadar alat untuk berbagi informasi; itu juga
tempat di mana nilai-nilai sosial dan kebangsaan masyarakat ditampilkan. Saya
menemukan dari interaksi yang terjadi di akun WargaTangsel bahwa mempertahankan
persatuan tidak hanya dilakukan dengan tindakan besar, tetapi juga dengan cara
kita berbicara satu sama lain dan menghargai perbedaan di dunia digital.
Sebagai generasi muda yang aktif di media sosial, saya percaya bahwa saya
memiliki tugas untuk menyebarkan pesan positif, menumbuhkan empati, dan
mengajarkan orang lain cara bijak menggunakan media digital untuk memperkuat
semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan dan rekomendasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
akun media sosial publik WargaTangsel memainkan peran penting sebagai alat
untuk menghubungkan masyarakat di era internet. Melalui interaksi dan konten
informatif, rasa kebersamaan dan kepedulian terhadap masalah lokal dan nasional
muncul. Namun, karena perbedaan pendapat dan komentar yang tidak empati, masih
ada kemungkinan gesekan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan
literasi digital agar masyarakat dapat berkomunikasi secara moral, menghargai
keberagaman, dan menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menumbuhkan rasa
persatuan dan kebanggaan nasional. Diharapkan pemerintah daerah, komunitas
digital, dan pengguna media sosial dapat bekerja sama untuk membangun ruang
digital yang inklusif, moral, dan berorientasi pada nilai-nilai nasional.
Komentar
Posting Komentar